Apa hubungan Istana Maimun dengan Meriam Puntung?
Istana Maimun - Istana Putri Hijau, merupakan
istana kebesaran Kerajaan Deli yang terletak di jalan Brigadir Jenderal
Katamso, kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun, Sumatera Utara.
Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu.
Pembangunan istana selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan
Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan
Mahmud Perkasa Alam, pendiri kota Medan.
Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni
oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam waktu-waktu tertentu, di istana ini
sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Biasanya,
pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta perkawinan
dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli
biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap
malam Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam
wiridan keluarga).
Bagi para pengunjung yang datang ke
istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi yang dipajang di ruang
pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga Belanda
kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang
memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam
puntung.
Setiap hari, Istana ini terbuka
untuk umum, kecuali bila ada penyelenggaraan upacara khusus.
Meriam
Puntung
Kisah meriam puntung ini punya
kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang
putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena
tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki,
yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh
meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja
Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil
mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri
Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi
meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan
peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya
ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe.
Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke
halaman Istana Maimun.
Luas
Luas istana lebih kurang 2.772 m,
dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar. Panjang dari depan kebelakang
mencapai 75,50 m. dan tinggi bangunan mencapai 14,14 m. Bangunan istana
bertingkat dua, ditopang oleh tiang kayu dan batu.
Bangunan istana terdiri dari tiga
ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Bangunan induk
disebut juga Balairung dengan luas 412 m2, dimana singgasana
kerajaan berada. Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu,
seperti penobatan raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana
pada hari-hari besar Islam.
Arsitektur
Arsitektur bangunan merupakan
perpaduan antara ciri arsitektur Moghul, Timur Tengah, Spanyol, India, Belanda
dan Melayu. Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela
yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh
Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan (arcade) pada
atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk
lengkungan ini amat populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki. Di
bangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa.
Di dalam istana terdapat 30 ruangan,
dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari berbagai negeri. Dari
luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja
Moghul.
Perencana
Ada beberapa pendapat mengenai siapa
sesungguhnya perancang istana ini. Beberapa sumber menyebutkan perancangnya
seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak diketahui namanya secara
pasti. Sumber lain, yaitu pemandu wisata yang bertugas di istana ini,
mengungkapkan bahwa arsiteknya adalah seorang Kapitan Belanda bernama T. H. Van
Erp.
Renovasi
Istana ini terkesan kurang terawat,
boleh jadi, hal ini disebabkan minimnya biaya yang dimiliki oleh keluarga
sultan. Selama ini, biaya perawatan amat tergantung pada sumbangan pengunjung
yang datang. Agar tampak lebih indah, sudah seharusnya dilakukan renovasi,
tentu saja dengan bantuan segala pihak yang concern dengan nasib cagar budaya
bangsa.
Istana Maimun menjadi tujuan
wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang
unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam,
Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari
kawasan Pedagang kaki lima.
Ayo...!!! kunjungi website kami di "WAKTOGEL" dan "BUDAYAPOKER"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar