Situs Agen Judi Poker Online Domino 99 Terpercaya-Dengan minimal deposit Rp 25,000 anda sudah bisa mendapatkan BONUS chips dari kami
Ayoo kunjungi website kami dan menangkan HADIAH nya
Siapakah sebenarnya sosok Tjong A Fie ini?
Berasal darimanakah sosok Tjong A Fie ini?
Tjong A Fie dilahirkan di
Guangdong-Tiongkok pada tahun 1860 dengan nama asli Tjong Fung Nam dari
keturunan orang Hakka. Tjong A Fie berasal dari keluarga yang sederhana.
Bersama kakaknya Tjong Yong Hian (1850-1911), Tjong A Fie meninggalkan
bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan
pendidikan seadanya.
Pada tahun 1875 Tjong
A Fie memutuskan untuk merantau ke Medan (Sumatera Utara) untuk mengadu
nasib. Saat itu, ia baru berusia 18 tahun. Dengan berbekal sedikit uang, ia
menyusul kakaknya, Tjong Yong Hian, yang sudah terlebih dahulu datang ke Medan
dan tinggal selama 5 tahun. Pada saat itu kakaknya sudah menjadi kapitan
(pemimpin) Tionghoa di Medan.
Di Medan, Tjong A Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo. Di toko tersebut, Tjong bekerja dari memegang buku, melayani pelanggan, menagih utang serta tugas-tugas lainnya. Ia dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, Arab, India, dan orang Belanda. Dari sana, Ia mulai belajar berbicara dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa perantara masyarakat di tanah Deli.
Di Medan, Tjong A Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo. Di toko tersebut, Tjong bekerja dari memegang buku, melayani pelanggan, menagih utang serta tugas-tugas lainnya. Ia dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, Arab, India, dan orang Belanda. Dari sana, Ia mulai belajar berbicara dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa perantara masyarakat di tanah Deli.
Tjong A Fie tumbuh menjadi
sosok yang tangguh, menjauhi candu, judi, mabuk-mabukan dan pelacuran. Ia
menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering
diminta Belanda untuk membantu mengatasi masalah-masalah jika terjadi cekcok
antara orang Tionghoa dengan etnis lain di daerah perkebunan milik Belanda yang
menimbulkan kekacauan. Karena kemampuan dan prestasinya, Tjong A Fie lalu
diangkat menjadi Letnan Tionghoa. Dalam waktu singkat Tjong A Fie naik
pangkat menjadi Kapitan pada tahun 1911, untuk menggantikan kakaknya yang telah
wafat. Dengan rekomendasi Sultan Deli, Tjong A Fie menjadi anggota
gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan kebudayaan) selain menjabat
sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tiongkok.
Tjong A Fie tutup usia pada
tanggal 4 Februari 1921 karena menderita apopleksia atau pendarahan otak. Seluruh
masyarakat kota Medan turut berduka, ribuan orang pelayat datang dari kota
Medan dan Sumatera Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaya, Singapura dan Pulau
Jawa. Prosesi Pemakaman Tjong A Fie berlangsung dengan megah sesuai
dengan tradisi dan jabatannya.
Empat bulan
sebelum menghembuskan napas terakhir, Tjong A Fie mewasiatkan seluruh
kekayaannya di Sumatera maupun di luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek Tong
yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia. Ia
menuliskan permintaanya agar yayasan tersebut memberikan bantuan keuangan
kepada pemuda berbakat dan berkelakuan baik dan ingin menyelesaikan
pendidikannya, tanpa membedakan kebangsaan. Tjong juga berpesan agar yayasan
membantu mereka yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat serta
membantu para korban bencana alam tanpa memandang kebangsaan atau etnis.
Nama Tjong A
Fie pernah akan dijadikan sebagai nama sebuah jalan di kota Medan, tapi
dibatalkan dan jalan itu menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan.
Jasa
Beberapa jasanya
dalam usaha mengembangkan kota Medan adalah menyumbangkan menara lonceng untuk
Gedung Balai Kota Medan yang lama, pembangunan Istana Maimoon, Masjid Raya
Al-Mashum, Masjid Gang Bengkok, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di
Brayan, kuil Hindu untuk warga India, Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan
Kebajikan di Jalan Zainul Arifin serta mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama
di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Ia dikenal pula sebagai pelopor industri
perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Deli
Spoorweg Maatschappij (DSM), yang menghubungkan kota Medan dengan pelabuhan
Belawan.
Bersama kakaknya
Tjong Yong Hian, Tjong A Fie bekerja sama dengan Chang Pi Shih, paman
sekaligus konsul Tiongkok di Singapura mendirikan perusahaan kereta api The
Chow-Chow & Swatow Railyway Co.Ltd. di Tiongkok Selatan. Karena jasanya
tersebut mereka berkesempatan bertemu muka dengan Ibu Suri Cixi di Beijing.
Keluarga
Ketika masih
berada di Tiongkok, Tjong A Fie telah menikahi seorang gadis yang
bermarga Lie. Saat tiba di Deli ia menikah lagi dengan Nona Chew dari Penang
dan memilki tiga orang anak, yakni Tjong Kong Liong, Tjong Song-Jin dan Tjong
Kwei-Jin. Namun istri keduanya meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya ia menikah
dengan Lim Koei Yap dari Timbang Langkat, Binjai, putri seorang mandor
perkebunan tembakau di Sungai Mencirim Lim Sam-Hap. Bersama Lim Koei Yap, Tjong
A Fie memiliki tujuh orang anak, yakni Tjong Foek-Yin (Queeny), Tjong
Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong Kaet Liong (Munchung), Tjong Lie Liong
(Kocik), Tjong See Yin (Noni) dan Tjong Tsoeng-Liong (Adek).
Di tanah Deli, Tjong
A Fie menjalin hubungan baik dengan Sultan Deli, Ma'moen Al Rasyid Perkasa
Alamsyah dan Tuanku Raja Muda sehingga membuka jalan baginya untuk menjalankan
usaha. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan
perkebunan tembakau untuk pembuatan bangsal.
Tjong A Fie dikenal menjadi
orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan yang sangat luas. Ia
mengembangkan usaha perkebunan tembakau di Deli, teh di daerah Bandar Baru, dan
Si Bulan, serta perkebunan kelapa. Di Sumatera Barat, ia menanamkan modalnya di
bidang pertambangan di Sawah Lunto, Bukit Tinggi. Perkebunan yang dimilikinya
mempekerjakan lebih dari 10.000 orang tenaga kerja dan luas kebunnya
mengalahkan luas perkebunan milik Deli Maatschappij yang dirintis oleh Jacobus
Nienhuys. Bahkan, ketika itu pemerintah Belanda memberikan 17 kebun kepadanya
untuk dikelola.
Prinsip
Dalam menjalankan
bisnisnya, Tjong A Fie selalu mengamalkan 3(tiga) hal yakni, jujur,
setia dan bersatu. Ia selau berprinsip "di mana langit dijunjung di situ
bumi dipijak". Ia pun membagikan 5(lima) persen keuntungannya kepada para
pekerjanya.
Ayo...!!! kunjungi website kami di "WAKTOGEL" dan "BUDAYAPOKER"
BY : SILVIA
PIN BBM SILVIA : DDEAB11E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar